Sabtu, 31 Maret 2012

GM Sudarta


(Sumber : http://WWW.warisanindonesia.com)


Tidak terasa G.M. Sudarta telah 44 tahun menjadi kartunis dengan maskotnya Oom Pasikom atau “Si Kompas”. Dengan kartun gaya Jawa, ia bebas melancarkan kritik sejak Orde Lama hingga Orde Reformasi sekarang ini.

Wah saya baru bisa jalan kaki pakai kruk, baru hari ini (30 Januari—Red) Saya masih kontrol dokter rutin, meskipun hepatitis C sudah tidak terdeteksi”. Itulah kabar terbaru dari G.M. Sudarta (66 tahun) yang dikirim via layanan pesan singkat (SMS), akhir Januari 2011 dari kediamannya di Klaten, Jawa Tengah.

Banyak orang tidak tahu bahwa kartun-kartun Oom Pasikom beberapa waktu belakangan ini dibuat di tengah perjuangannya melawan penyakit hepatitis C—“oleholeh” saat mengajar kartun di Jepang—dan pascaoperasi tulang kering kaki kirinya gara-gara jatuh di kamar mandi pada bulan Ramadan tahun lalu. Hanya dengan semangat hidupnya yang tinggi dan sikap berserah pada pertolongan Allah SWT, ia mampu melewati masa-masa yang sulit.

Tentang nama G.M. Sudarta itu, semula singkatan dari Gerardus Mayela Sudarta. Namun setelah memutuskan jadi mualaf, namanya berubah menjadi Gafur Muhammad Sudarta. Sehari-hari ia akrab dipanggil Mas Darta. Ada pula yang lebih suka memanggil Mas GM. Kartunis garda depan Indonesia ini lahir di Klaten, Rabu Kliwon, 20 September 1945. Aktif menggambar sejak masa kanak-kanak di zaman Agresi Militer Belanda II atau sering disebut Clash II. Menggambar di tembok, jalan raya, hingga di papan daun pintu buatan ayahnya. Bagi ayahnya, bakat menggambar itu berkat Tuhan. Ketika kuliah di Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI) Yogyakarta belum selesai, tepatnya baru tingkat dua (1966), ia ke Jakarta untuk bergabung dengan tim perancang diorama Monumen Nasional (Monas) pimpinan pelukis Haryadi S.(almarhum). Celakanya, pemerintahan Presiden Soekarno jatuh dan pembangunan diorama pun terhenti. Untungnya, ia bisa bergabung dengan Saptoto (almarhum) yang sedang menggarap Monumen Tujuh Pahlawan Revolusi di Lubang Buaya. Setelah itu, G.M. Sudarta banyak bergaul dengan komunitas seniman di Balai Budaya dan Taman Ismail Marzuki (TIM). Ia sering pameran lukisan bersama. Waktu itu belum ada niatan jadi kartunis. Dan, untuk menyambung hidup di Jakarta ia menulis cerita pendek, puisi, dan naskah drama radio.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar